Thursday, March 29, 2012

Terpujuk lagi....



Juga dicopas daripada laman ini.

Seorang yang mendambakan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat harus memiliki pedoman dalam menapaki kehidupannya di dunia. Dan pedoman hidup seorang hamba semua telah diatur dalam syariat Islam.

Seorang yang sukses bukanlah orang yang hidup dengan bersemboyan ‘semau gue’ dengan mengikuti hawa nafsunya, tapi orang yang sukses adalah orang yang mengambil Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dengan pemahaman As Salafus Shalih sebagai pengikat aturan hidupnya. Petunjuk Allah Subhanahu wa Ta'ala dan Rasul-Nya Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam ini tidak mungkin dapat diketahui tanpa menuntut ilmu syar’i. Karena itulah, Allah dan Rasul-Nya memerintahkan setiap Muslim dan Muslimah yang baligh dan berakal (mukallaf) untuk menuntut ilmu.

Dalam sebuah hadits dari Anas bin Malik radhiallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda :

“Menuntut ilmu wajib bagi setiap Muslim.” (HR. Ahmad dengan sanad hasan. Lihat kitab Jami’ Bayan Al ‘Ilmi wa Fadllihi karya Ibnu ‘Abdil Bar, tahqiq Abi Al Asybal Az Zuhri, yang membahas panjang lebar tentang derajat hadits ini)

Imam Ahmad rahimahullah mengatakan bahwa ilmu yang wajib dituntut di sini adalah ilmu yang dapat menegakkan agama seseorang, seperti dalam perkara shalatnya, puasanya, dan semisalnya. Dan segala sesuatu yang wajib diamalkan manusia maka wajib pula mengilmuinya, seperti pokok-pokok keimanan, syariat Islam, perkara-perkara haram yang harus dijauhi, perkara muamalah, dan segala yang dapat menyempurnakan kewajibannya.

Sebagai hamba Allah, seorang Muslimah wajib mengenal Rabbnya yang meliputi pengetahuan terhadap nama-nama, sifat-sifat, dan perbuatan Allah Subhanahu wa Ta'ala sebagaimana diberitakan dalam Al Qur’an dan hadits-hadits yang shahih. Selain itu, ia harus mengetahui bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala bersendiri dalam mencipta, mengatur, memiliki, dan memberi rezeki. Ia pun wajib menunaikan hak-hak Allah, yaitu beribadah hanya kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatupun, sebagaimana tujuan penciptaannya. Allah berfirman :

“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepada-Ku.” (Adz Dzariyat : 56)

Seseorang tidak akan berada di atas hakikat agamanya sebelum ia berilmu atau mengenal Allah Ta’ala. Pengenalan ini tidak akan terjadi kecuali dengan menuntut ilmu dien (agama).

Di samping mengenal Allah, seorang Muslimah juga wajib mengenal Nabi-nya, yaitu Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, karena beliau merupakan perantara antara Allah dengan manusia dalam penyampaian risalah-Nya. Sesuai dengan makna persaksiannya bahwa Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam adalah hamba dan Rasul-Nya, maka ia wajib mentaati segala yang beliau perintahkan, membenarkan segala yang beliau khabarkan, menjauhi apa yang beliau larang dan tidak beribadah kepada Allah kecuali dengan apa yang beliau syariatkan. Hal ini sesuai dengan perintah Allah Subhanahu wa Ta'ala :

“Apa yang diberikan Rasul kepada kalian maka terimalah, dan apa yang dilarangnya bagi kalian maka tinggalkanlah, dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukumannya.” (Al Hasyr : 7)

Ayat ini merupakan kaidah umum yang agung dan jelas tentang wajibnya seluruh kaum Muslimin mengambil sunnah yang telah tetap dan hadits-hadits shahih dalam aqidah, ibadah, muamalah, adab, akhlak, seluruhnya. Hal ini tidak akan diketahui kecuali dengan menuntut ilmu terlebih dahulu.

Selain mengenal Allah dan Rasul-Nya, seorang Muslimah juga wajib mengenal agama Islam sebagai agama yang dianutnya, dengan memperhatikan dalil-dalil dari Al Qur’an dan As Sunnah yang shahihah, sehingga ia memiliki pendirian kokoh, tidak mudah terombang-ambing. Dan agar ia berada di atas cahaya, bukti, dan kejelasan dari agamanya.

Inilah masalah pertama yang disebutkan oleh Asy Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah dalam bukunya Al Ushuluts Tsalatsah, yaitu berilmu sebelum beramal dan berdakwah.

Seorang Muslimah juga wajib membekali dirinya dengan ilmu sebelum memasuki jenjang pernikahan, sehingga ia dapat menunaikan kewajibannya sesuai dengan tuntunan syariat.

Sebagai isteri, seorang Muslimah dituntut agar menjadi isteri yang shalihah, sehingga ia dapat menjadi perhiasan dunia yang paling baik, bukan justru menjadi fitnah atau musuh bagi suaminya. Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash radhiallahu 'anhuma berkata, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda :

“Dunia adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita yang shalihah.” (HR. Muslim)

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman tentang sifat-sifat wanita shalihah :

“… maka wanita shalihah, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena itu Allah telah memelihara mereka.” (An Nisa’ : 34)

Maksud ayat ini diterangkan oleh Asy Syaikh Abu Bakar Jabir Al Jazairi dan Asy Syaikh Salim Al Hilali rahimahumullah bahwa wanita yang shalihah adalah yang menunaikan hak-hak Allah Subhanahu wa Ta'ala dan mentaati-Nya, mentaati Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, dan menunaikan hak-hak suaminya dengan mentaatinya dan menghormatinya, serta menjaga harta suami, anak-anak mereka, dan kehormatannya tatkala suaminya tidak ada.

Untuk menjadi wanita shalihah yang seperti ini, seorang Muslimah membutuhkan ilmu.

Sebagai seorang ibu, ia mempunyai tanggung jawab mendidik anak-anaknya agar menjadi anak-anak yang shalih dan shalihah. Di bawah kepemimpinan suami, isteri adalah penjaga rumah tangga suami dan anak-anaknya, sebagaimana dalam hadits dari Ibnu ‘Umar radhiallahu 'anhuma dari Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bahwasanya beliau bersabda :

“Laki-laki adalah pemimpin atas keluarganya, wanita adalah pemimpin dalam rumah tangga suaminya dan anak-anaknya, maka setiap kalian adalah pemimpin, akan ditanya tentang yang dipimpinnya.” (Muttafaqun ‘Alaihi)

Hasil didikan seorang ibu terhadap anak-anaknya inilah yang termasuk perkara yang akan ditanyakan oleh Allah kelak di hari kiamat. Karena itulah Muslimah harus menuntut ilmu syar’i sebagai bekal mendidik anak-anak sehingga fitrah mereka tetap terjaga dan menjadi penyejuk hati karena keshalihan mereka.

Di tempat lain, bila seorang Muslimah belum menikah, maka sebagai anak ia wajib taat pada orang tuanya selama tidak memerintahkan kepada maksiat. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :

“Kami wasiatkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada kedua orang tuanya… .” (Al Ankabut : 8)

Dalam hadits dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash radhiallahu 'anhuma dari Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, beliau bersabda :

“Dosa-dosa besar ialah menyekutukan Allah, durhaka pada orang tua, membunuh jiwa (tanpa hak), dan sumpah palsu.” (HR. Bukhari)

Untuk dapat berbuat baik dan menunaikan hak-hak orang tua dengan benar, seorang Muslimah tidak bisa lepas dari ilmu.

Seluruh kewajiban ini harus dapat ditunaikan dengan dasar ilmu. Karena jika tidak, akan terjadi berbagai kesalahan dan kerusakan. Maka tidak heran, bila para Muslimah yang bodoh terhadap agamanya melakukan berbagai praktek kesyirikan dan kebid’ahan. Akibat kebodohannya pula, banyak Muslimah yang durhaka pada suami atau orang tuanya. Atau terjadi berbagai kesalahan dalam mendidik anak sehingga muncullah generasi yang berakhlak buruk, bahkan bisa jadi durhaka pada orang tua yang telah merawat dan membesarkannya. Karena kebodohannya pula, banyak Muslimah yang tidak mengetahui bagaimana ia harus menjaga kehormatannya, sehingga ia menjadi fitnah dan terjerumus dalam perzinahan dan berbagai kemaksiatan. Kita berlindung kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dari yang demikian itu.

Usamah bin Zaid radhiallahu 'anhuma berkata, telah bersabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam :

“Aku berdiri di muka pintu Syurga, maka aku dapatkan mayoritas penghuninya adalah orang-orang miskin, sedang orang-orang kaya masih tertahan oleh perhitungan kekayaannya. Dan ahli neraka telah diperintahkan masuk neraka. Dan ketika aku berdiri di dekat pintu neraka, maka aku dapatkan mayoritas penghuninya adalah para wanita.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hanya dengan menuntut ilmu, seorang Muslimah akan mengetahui jalan yang selamat. Kaum Muslimah masa kini akan menjadi baik bila mereka mau mencontoh para Muslimah generasi terdahulu (generasi salafuna shalih), mereka sangat memperhatikan dan bersemangat dalam menuntut ilmu.

Dalam sebuah hadits dari Abi Sa’id Al Khudri radhiallahu 'anhu, ia berkata : “Seorang wanita mendatangi Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dan berkata :

‘Wahai Rasulullah! Kaum lelaki telah membawa haditsmu, maka jadikanlah bagi kami satu harimu yang kami datang pada hari tersebut agar engkau mengajarkan pada kami apa yang telah diajarkan Allah kepadamu.’ Maka beliau bersabda : ‘Berkumpullah pada hari ini dan ini di tempat ini.’ Maka mereka pun berkumpul, lalu Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam mendatangi mereka dan mengajarkan apa yang telah diajarkan Allah kepada beliau.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam pun sangat bersemangat mengajar para shahabiyah, sampai-sampai beliau menyuruh wanita yang haid, baligh, dan merdeka untuk menyaksikan kumpulan ilmu dan kebaikan. Bahkan beliau Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam memutuskan udzur wanita yang tidak memiliki hijab, sebagaimana yang disebutkan dalam Shahihain dari Ummu ‘Athiyah Al Anshariyah radhiallahu 'anha, ia berkata : “Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam menyuruh kami mengeluarkan wanita yang merdeka, yang haid, dan yang dipingit untuk keluar pada hari Iedul Fithri dan Adha. Adapun yang haid memisahkan diri dari tempat shalat, dan mereka pun menyaksikan kebaikan dan dakwah kaum Muslimin. Aku berkata : ‘Wahai Rasulullah! Salah seorang dari kami tidak memiliki jilbab.’ Beliau bersabda : ’Hendaklah saudaranya meminjamkan jilbabnya.’ “

Oleh karena itulah, kita dapatkan dalam sejarah Islam, di antara mereka ada yang menjadi ahli fiqih, ahli tafsir, sastrawati, dan ahli dalam seluruh bidang ilmu dan bahasa. Sebagai contoh, Ummul Mukminin ‘Aisyah radhiallahu 'anha yang dididik dalam madrasah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam sehingga beliau menjadi wanita yang berilmu dan shalihah.

Imam Az Zuhri rahimahullah berkata : ”Seandainya ilmu ‘Aisyah dikumpulkan dan dibandingkan dengan ilmu seluruh wanita, maka ilmu ‘Aisyah lebih afdhal.”

Bahkan ‘Aisyah merupakan guru dari beberapa shahabat, ia menjadi bahan rujukan mereka dalam masalah hadits, sunnah, dan fiqih. Urwah bin Az Zubair berkata : “Aku tidak melihat orang yang lebih mengetahui ilmu fiqih, pengobatan, dan syi’ir ketimbang ‘Aisyah.”

Para wanita dari kalangan tabi’in juga berdatangan ke rumah ‘Aisyah untuk belajar, di antara muridnya adalah Amrah bintu ‘Abdurrahman bin Sa’ad bin Zurarah. Ibnu Hibban berkata : “Dia adalah orang yang paling mengetahui hadits-haditsnya ‘Aisyah.”

Di antara deretan nama wanita generasi terdahulu yang cemerlang dalam ilmu adalah Hafshah bintu Sirin yang masyhur dengan ibadahnya, kefaqihannya, bacaan Al Qur’annya, dan hadits-haditsnya. Begitu pula Ummu Darda Ash Shuqra Hujaimah, ia seorang yang faqih, ’alimah, banyak meriwayatkan hadits, cerdas, masyhur dengan keilmuan, amalan, dan zuhudnya.

Demikianlah --wahai saudariku Muslimah-- mereka adalah contoh terbaik bagi kita dan telah terbukti bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala mengangkat derajat orang-orang yang berilmu sebagaimana firman-Nya :

“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Al Mujadilah : 11)

Semoga Allah memudahkan jalan bagi kita untuk menuntut ilmu dan memberikan ilmu yang bermanfaat. Amin. Wallahu A’lam Bis Shawab.

Maraji’ :

1. Al Qur’anul Karim

2. Inayatun Nisa’ bil Hadits An Nabawi. Abu ‘Ubaidah Masyhur bin Hasan Alu Salman.

3. Nisa’ Haula Ar Rasul. Mahmud Mahdi Al Istambuli dan Musthafa Abu Nashr Asy Syalbi.

4. Riyadlus Shalihin. Imam Nawawi.

5. Bahjatun Nadhirin. Salim bin ‘Ied Al Hilali.

6. Aisarut Tafasir. Abu Bakar Jabir Al Jazairi.

7. Hasyiyah Ats Tsalatsah Al Ushul. Muhammad bin Abdul Wahhab.

_________________________________________________________________
Saya :
:::Meng'copy paste' itu mudah, namun menerapkan dalam kehidupan harian perlukan kesungguhan plus plus plus :::

Hati sejuk, jiwa terpujuk......



Dicopas lagi dari Akhwat.or.id tanpa suntingan..

(Nasehat dari Samahatul Imam Asy-Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz rahimahullah)

Perhatikanlah -wahai saudaraku- bimbingan ini! Takutlah engkau akan ringannya timbangan amalanmu! Takutlah engkau akan diberikannya catatan amalan engkau dari arah kiri, karena sesungguhnya itu semua adalah musibah yang besar, maka bersemangatlah engkau untuk menjalani sebab-sebab (amalan) yang bisa mengantarkan kepada kebahagiaan dan keberhasilan, yang bisa memberatkan timbangan amalanmu, dan diberikannya catatan amalanmu dari arah kanan, sehingga engkau menjadi orang yang sukses dan berhasil.

Kehidupan dunia ini adalah tempat untuk mengkoreksi diri, maka koreksilah diri engkau, lihatlah senantiasa amalan-amalan engkau siang dan malam sampai engkau meninggal, jika seandainya engkau adalah orang yang terus istiqamah, maka panjatkanlah puji kepada Allah dan bersyukurlah kepada-Nya, bersabarlah dan kuatkanlah kesabaranmu, mohonlah taufiq dan tsabat kepada Rabb engkau. Adapun jika engkau telah mengurangi dan menghilangkan sebagian amalan ketaatan engkau, maka koreksilah diri engkau, bertaubatlah kepada Allah dan istiqamahlah di atasnya, kembalilah kepada amalan-amalan kebajikan yang dulu engkau menyepelekannya, beristiqamahlah untuk menjalankan perintah-perintah Allah, jauhilah larangan-larangan-Nya dengan bersumber dari niatan yang jujur, keikhlasan kepada Allah, dan dengan mengharap keutamaan yang ada di sisi Allah, serta sikap yang jujur.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ.

“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang jujur.” (At-Taubah: 119)

Maka kejujuran itu adalah suatu keharusan.

فَلَوْ صَدَقُوا اللهَ لَكَانَ خَيْراً لَهُمْ.

“Jikalau mereka jujur (imannya) kepada Allah, niscaya yang demikian itu lebih baik bagi mereka.” (Muhammad: 21)

Dan Allah subhanahu wata’ala juga berfirman di akhir surat Al-Ma’idah:

هَذَا يَوْمُ يَنْفَعُ الصَّادِقِينَ صِدْقُهُمْ لَهُمْ جَنَّاتٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ.

“Ini adalah suatu hari yang bermanfaat bagi orang-orang yang jujur kejujuran mereka, bagi mereka surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya, Allah ridha terhadap-Nya. Itulah keberuntungan yang paling besar.” (Al-Ma’idah: 119)

Inilah keadaan orang-orang yang jujur, orang-orang yang jujur kepada Allah dalam menunaikan kewajiban yang dibebankan kepadanya dan meninggalkan sesuatu yang dilarang oleh-Nya, jujur dalam kesungguhannya untuk berbuat kebajikan dan bersegeranya dalam mengerjakan kebajikan tersebut, jujur dalam beramar ma’ruf nahi munkar, saling menasehati dalam kebenaran dan menjalankan nasihat Lillah (dengan cara menunaikan hak-hak Allah ‘azza wajalla, pent) dan menjalankan nasihat bagi hamba-hamba Allah (dengan cara menunjukkan kepada mereka jalan-jalan kebaikan, pent).

Barangsiapa yang bersungguh-sungguh untuk berjihad melawan hawa nafsunya, dia akan mendapatkan kesudahan yang baik, akhir yang terpuji, serta keberuntungan di dunia dan di akhirat. Dan barangsiapa yang telah menyia-nyiakan dan tidak mempedulikannya, maka dia akan menyesal di kemudian hari.

Maka wajib bagi engkau untuk selalu mengingat dan mengkoreksi diri setiap malam dan siang: Apa saja yang telah engkau perbuat!? Apa saja kekurangan engkau!? Sehingga engkau mengetahui apa yang menjadi hak dan kewajibanmu.

Berhati-hatilah dari teman bergaul yang jelek yang bisa menjauhkan engkau dari kebaikan dan membantu engkau untuk berbuat kejelekan. Wajib bagi engkau untuk bergaul dengan orang-orang baik yang jika engkau ingat, mereka akan membantumu, dan jika engkau lupa mereka akan mengingatkanmu dengan kebaikan dan bersungguh-sungguh di dalamnya bersamamu, mereka akan menabahkan hati engkau, membantu, dan memberi semangat kepada engkau untuk selalu berbuat baik.

Wajib bagi engkau untuk berteman dengan orang-orang yang baik, karena seseorang itu dinilai dari agama teman duduknya dan teman karibnya, maka bersemangatlah untuk berteman dengan orang-orang baik yang akan membantu engkau dalam kebaikan dan mengingatkan engkau jika lupa, serta akan memberikan semangat jika engkau malas.

Wajib bagi engkau untuk berteman dengan orang-orang baik, berhati-hatilah dari bergaul dengan orang-orang jelek yang akan menjauhkan engkau dari kebaikan dan menyeret engkau kepada kejelekan. Berhati-hatilah dari berteman dengan mereka.

Seorang mukmin itu sesuai dengan keadaannya, jika dia memberikan nasehat lillah (untuk menunaikan hak-hak Allah) dan li’ibadihi (menunjukkan jalan-jalan kebaikan kepada hamba-hamba Allah), serta berteman dengan orang-orang yang baik, maka dia akan bahagia dengan kebahagiaan yang sangat, dan jika dia menyepelekannya dan bahkan membuang itu semua, maka dia menyesal dengan penyesalan yang sangat. Dan engkau -wahai hamba Allah-, berakhlaklah dengan akhlak mukminin dan senantiasalah engkau untuk berakhlak demikian.

Allah subhanahu wata’ala berfirman:

وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللهُ إِنَّ اللهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ.

“Dan adalah orang-orang yang beriman baik dari kalangan laki-laki maupun perempuan sebagian mereka adalah pelindung bagi sebagian yang lain, mereka memerintahkan kepada yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar dan menegakkan shalat dan menunaikan zakat, dan menaati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan mendapatkan rahmat dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (At-Taubah: 71)

Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

كل أمتي يدخلون الجنة إلا من أبى ، قيل : يا رسول الله ! من يأبى !؟ قال : من أطاعني دخل الجنة ، ومن عصاني فقد أبى.

“Seluruh ummatku akan masuk al-jannah kecuali orang-orang yang enggan. Maka dikatakan kepada beliau: Wahai Rasulullah siapa orang-orang yang enggan itu? Beliau bersabda: Barangsiapa yang taat kepadaku, maka dia akan masuk al-jannah dan barangsiapa yang bermaksiat kepadaku, maka sungguh dia telah enggan.”

Barangsiapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, maka dia akan masuk al-jannah dan sukses meraih kebahagiaan. Dan barangsiapa yang bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya maka sungguh dia telah enggan (untuk masuk al-jannah) dan menyebabkan kemurkaan Allah dan adzab-Nya.

Maka yang wajib adalah berhati-hati dan bersungguh-sungguh berjihad melawan hawa nafsunya. Allah ta’ala berfirman:

وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ.

“Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh dalam ketaatan kepada Kami, maka sungguh-sungguh akan Kami tunjukkan jalan-jalan kami. Dan sesungguhnya Allah bersama-sama orang yang berbuat baik.” (Al-’Ankabut: 69).

Dan Allah subhanahu wata’ala juga berfirman:

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ حَتَّى نَعْلَمَ الْمُجَاهِدِينَ مِنْكُمْ وَالصَّابِرِينَ وَنَبْلُوَ أَخْبَارَكُمْ.

“Dan benar-benar Kami akan menguji kalian sampai Kami tahu siapa yang benar-benar berjihad dan sabar di antara kalian dan akan Kami kabarkan keadaan kalian.” (Muhammad: 31).

Maka sudah seharusnya seseorang itu untuk selalu bersungguh-sungguh dan bersabar. Allah ta’ala berfirman:

وَمَنْ جَاهَدَ فَإِنَّمَا يُجَاهِدُ لِنَفْسِهِ إِنَّ اللهَ لَغَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ.

“Barangsiapa bersungguh-sungguh maka sesungguhya dia telah bersungguh-sungguh untuk dirinya sendiri. Sesungguhnya Allah tidak membutuhkan sesuatupun dari alam semesta ini.” (Al-’Ankabut: 6).

Bersungguh-sungguhlah untuk berjihad melawan hawa nafsu engkau sendiri, semoga engkau mendapatkan keberuntungan. Posisi engkau dalam keadaan terancam bahaya karena dunia ini adalah negeri (tempat) yang membahayakan, negeri penuh dengan tipuan dan fitnah.

وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلا مَتَاعُ الْغُرُورِ.

“Dan tidaklah dunia itu kecuali hanyalah kesenangan yang menipu.” (Ali ‘Imran: 185)

إِنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلادُكُمْ فِتْنَةٌ.

“Sesungguhnya harta dan anak-anakmu adalah ujian bagimu.” (At-Taghabun: 15).

Sesungguhnya engkau berada di negeri (tempat) yang menipu, penuh dengan fitnah (ujian), syahwat, negeri yang mengajak manusia untuk mengerjakan sesuatu yang diharamkan oleh Allah ‘azza wajalla, maka wajib bagi engkau untuk berhati-hati selama engkau masih hidup di dunia ini, bersungguh-sungguhlah untuk berjihad melawan hawa nafsu engkau, bersabarlah dalam menjalankan ketaatan kepada Rabb engkau, jauhilah segala bentuk maksiat kepada-Nya, tetaplah bersama dengan orang-orang yang baik dan jauhilah teman bergaul yang jelek. Inilah jalan menuju kebahagiaan, jalan menuju keberhasilan, jalan menuju kebaikan. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

من يرد الله به خيرًا يفقهه في الدين.

“Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan bagi seseorang, maka Allah akan memberikan kepahaman dalam agama kepadanya.”

Maka wajib bagi engkau untuk mempelajari ilmu syar’i serta berupaya untuk memahami dan berilmu tentang agama ini.

Wallaahu a'lamu bisshawaab..

Pujuk hati....



MUSLIMAH YANG BERBAHAGIA ITU,

TIDAK... Bagi perbuatan yang dapat menyia-nyiakan umurnya, seperti senang membalas dendam dan berselisih dengan perkara yang tidak ada kebaikan di dalamnya.

TIDAK... Bagi sikap yang lebih mengutamakan harta benda dan mengumpulkannya.

TIDAK... Bagi perangai yang suka mengintai-intai kesalahan orang lain, memperkatakan aib orang lain (ghibah) dan melupakan aib diri sendiri.

TIDAK... Bagi perangai yang suka mabuk kepayang dengan kesenangan hawa nafsu, menuruti segala tuntutan dan keinginannya.

TIDAK... Bagi sikap yang selalu menghabiskan waktu bersama para pembuang masa, dan membazirkan waktu berjam-jam untuk bergurau dan bermain.

TIDAK... Bagi perilaku lalai terhadap kebersihan dan kesihatan tubuh, kebersihan tempat tinggal dan ketertiban perilaku.

TIDAK... Bagi setiap segala sesuatu yang kotor dan najis.

TIDAK... Bagi sikap yang selalu mengingat-ingat kembali musibah yang telah lalu, bencana yang telah terjadi, atau kesalahan yang terlanjur dilakukan.

TIDAK... Bagi perilaku yang melupakan akhirat, yang lalai membekalkan dirinya dengan amal soleh untuk menempuhinya, dan yang lalai dari peringatan tentang kedahsyatannya.

TIDAK... Bagi perangai membuang-buang harta benda dalam perkara-perkara yang haram, berlaku boros dalam perkara-perkara yang mubah, dan perilaku yang dapat menghalang perkara-perkara ketaatan.

MUSLIMAH YANG BERBAHAGIA ITU,

YA... Untuk senyumnya yang manis, yang mengirimkan cinta, dan mengutus kasih sayang bagi sesama sahabat sejantina dengannya serta ahli keluarganya.

YA... Untuk kata-katanya yang baik, yang membangun persahabatan dan menghapuskan rasa benci kecuali benci kepada perkara kemaksiatan.

YA... Untuk sedekahnya yang dikabulkan, yang membahagiakan orang-orang miskin, menyenangkan orang-orang fakir, dan mengenyangkan orang-orang lapar dengan batas kemampuannya.

YA... Untuk kesediaannya duduk bersama Al-Qur'an seraya membaca, merenungi, dan mengamalkannya, sambil bertaubat dan beristighfar.

YA... Untuk kesediaannya berzikir, beristighfar, beristirja', tenggelam dalam doa, dan senantiasa memperbaiki taubatnya.

YA... Untuk usahanya dalam mendidik anak-anaknya dengan agama, sunnah, dan nasihat yang bermanfaat bagi mereka.

YA... Untuk rasa malunya dan hijab (penutup aurat) yang diperintahkan Allah, karena hanya itulah cara untuk menjaga dan memelihara dirinya.

YA... Untuk pergaulannya dengan wanita-wanita yang baik dan takut kepada Allah, mencintai agama dan menghormati nilai-nilainya.

YA... Untuk baktinya terhadap orangtua, silaturahim pada saudaranya, menghormati jiran, dan menyantuni anak-anak yatim.

YA... Untuk membaca sesuatu yang bermanfaat dengan menelaah buku yang berfaedah, buku yang menyenangkan dan memberi panduan dalam hidup menuju akhirat.

Dicopas dari 'Pondok Muslimah' dengan sedikit suntingan..eh, tidak sedikit, banyak ^^

Mereka itu,,
~muslimaat, mukminaat, qoonitaat, 'aabidaat, taa'ibaat, saa'ihaat, thaiyyibat wa abkaaro~ at-Tahriim,5

Sunday, March 4, 2012

Ujian itu cinta

True indeed. Subhaanallah..Bersyukurlah atas setiap ujian-ujian dalam hidup yang diberikan oleh Allah kepada kita. Setiap orang berlainan ujian yang Allah berikan, ada yang ujiannya sebatas mencari pendapatan, ada yang sebatas mencari pasangan, ada juga yang ujiannya pada keluarga yang celaru dan haru-biru, apa pun ujian, kembalilah pada Allah..Bernafas dalam jiwa hamba yang melihat dunia ini cuma 'sesaat', pasti akan tenang menghadapi ujian, tersenyum tenang membisik pada diri, "Ya Allah, aku redha dengan ujianMu, aku tahu Engkau sedang berbicara denganku melalui ujian-ujian ini, ya Allah aku redha jika dengan ujian ini Engkau ampunkan dosa-dosa laluku yang aku tahu dan tidak tahu, ya Allah aku redha jika dengan ujianMu ini, Engkau hendak mengubah takdir buruk untukku yang Engkau tuliskan di Luuh Mahfudz sekian lama dahulu menjadi takdir baik, ya Allah aku redha jika dengan ujianMu ini Engkau menyelamatkan aku dari segala jenis 'azabMu dan engkau menginginkan aku masuk ke dalam jannahMu..Ya Allah, jadikan kami hamba yang bersyukur, jangan engkau cabut rasa redha kami terhadap ujian-ujianMu ke atas kami.."
dan bercucuranlah airmatanya apabila mengingatkan hadith ini,




Anas Radhiallahu 'anhu meriwayatkan bahawa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : "Sesungguhnya besarnya pahala sesuai dengan besarnya ujian dan jika Allah mencintai sesuatu kaum Dia akan menguji mereka, siapa yang redha maka baginya keredhaan (Allah), siapa yang murka maka baginya kemurkaan (Allah)." [HR Tirmidzi no. 2576, dishahihkan oleh al-Albani]






Abu Hurairah radhiallahu 'anhu berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda "Barangsiapa yang diinginkan Allah kebaikan maka Allah akan mengujinya." [HR Bukhari]

Maka, sesiapa yang berdoa supaya Allah mencintainya dan menginginkan kebaikan padanya, bersedialah untuk menerima ujian-ujian Allah, berat atau ringan, kerap atau jarang, semuanya bergantung pada kemampuan kita. Kerana dengan ujian-ujian itulah Allah menampakkan cintaNya kepadamu. Kita ini insan, pelupa, selalu lalai, usahalah setiap saat kembali mengingat Allah, walau bersendiri, walau dalam riuhnya manusia, walau di mana-mana jua, dan pada bila-bila masa.
Teruskan istighfar, istirja', bersyukur tika mendapat nikmat bersyukur jua tika mendapat ujian.
Alhamdulillah thumma alhamdulillah thumma alhamdulillah..
Berjalanlah dengan melihat dari dalam hati bahawa dunia ini hina. Bayangkan diri berada di alam barzakh, apakah akan kita menyesal atau gembira dengan perbuatan yang kita lakukan sekarang..Allahummaghfir zunuubana..

AlBaqarah, 155-158...